PEREKAM MEDIS DENGAN DOKTER
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Komunikasi Efektif
yang dibina oleh Ibu
Tutik Herawati, S.Kp.,MM
Oleh
Aninda Hasri Ainun Nisak (P17410181011)
Arsy Nindyasiwi Widhiasi (P17410181012)
Aliefia Rosa Hidayanti (P17410181013)
Ludia Zakti Imanuella Edny (P17410181015)
Rijal Fahmi Karunia Hasma (P17410181027)
Fina Adilia Aysah (P17410181038)
Lailatun Inayah (P17410181041)
Rila Firdaus Aliyah (P17410181045)
Vega Marsella (P17410181047)
Erika Puji Lestari (P17410182053)
POLITEKNIK
KESEHATAN MALANG
JURUSAN KESEHATAN
TERAPAN
D3 PEREKAM MEDIS
DAN INFORMASI KESEHATAN
Maret 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk bekerja
bersama dalam menyelesaikan makalah ini. Dimana makalah ini merupakan salah
satu dari tugas mata kuliah Komunikasi Efektif yang dibimbing oleh Ibu Tutik Herawati,
S.KP., MM, yaitu
“Komunikasi Efektif Perekam Medis dengan
Dokter”. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing dan
teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga
dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.
Malang, 16 Maret 2019
Penyusun,
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang........................................................................................ 1
1.2
Rumusan
Masalah................................................................................... 1
1.3
Tujuan...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Komunikasi Efektif.............................................................. 3
2.2 Faktor
Pendukung Komunikasi.............................................................. 4
2.3 Komunikasi Interprofessional pada Pelayanan
Kesehatan.................... 8
2.4 Komunikasi
antara Perekam Medis dan Dokter ................................. 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 15
3.2 Saran.................................................................................................... 15
Daftar Rujukan....................................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan (1)
latar belakang, (2) rumusan masalah, dan
(3) tujuan. Berikut ini penjelasan
masing-masing subbahasan tersebut.
1.1
Latar Belakang
Sebagaimana diketahui, manusia
adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena
itu tidak dapat dihindari bahwa manusia harus selalu berhubungan dengan manusia
lainnya. Hubungan manusia dengan manusia lainnya, atau hubungan manusia dengan
kelompok, atau hubungan kelompok dengan kelompok inilah yang disebut sebagai
interà ksi sosial. Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan
yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat.
Kolaborasi
antara penyedia layanan kesehatan yang diperlukan dalam pengaturan perawatan
kesehatan apapun, karena tidak ada profesi tunggal yang dapat memenuhi
kebutuhan semua pasien. Akibatnya, kualitas layanan yang baik tergantung pada
profesional yang bekerja sama dalam tim interprofessional. komunikasi yang
efektif antara profesional kesehatan juga penting untuk memberikan pengobatan
yang efisien dan pasien-berorientasi komprehensif .Selain itu, ada semakin
banyak bukti yang menunjukkan bahwa komunikasi yang buruk antara profesional
kesehatan merugikan pasien. (Matziou1 at al, 2014).
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut.
1. Apakah
pengertian dari komunikasi efektif?
2. Apa
saja faktor pendukung komunikasi?
3. Bagaimana
komunikasi interprofessional pada
pelayanan kesehatan?
4. Bagaimana
komunikasi antara perekam medis dan dokter?
1.3
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, berikut tujuan penulisan makalah ini.
1. Untuk
mengetahui pengertian dari komunikasi efektif
2. Untuk
mengetahui apa saja faktor pendukung komunikasi
3. Untuk
mengetahui bagaimana komunikasi interprofessional
pada pelayanan kesehatan
4. Untuk
mengetahui bagaimana komunikasi antara perekam medis dan dokter.
BAB
II
PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan (1) pengertian dari
komunikasi efektif,
(2) faktor
pendukung komunikasi, (3) komunikasi
interprofessional pada pelayanan
kesehatan, (4) komunikasi antara perekam medis dan dokter. Berikut ini penjelasan masing-masing subbahasan
tersebut.
Secara umum,
definisi komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran atau
informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga
orang lain tersebut mengerti apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran
atau informasi. (Komaruddin, 1994; Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz
& Weihrich, 1988). Komunikasi adalah keterampilan yang sangat penting dan
merupakan hal yang paling dekat dalam kehidupan manusia, dapat diketahui bahwa
komunikasi terjadi pada setiap gerak langkah manusia. Manusia adalah makhluk
sosial yang tergantung satu sama lain, serta saling terkait dengan orang lain
di lingkungannya. Satu-satunya alat untuk dapat berhubungan dengan orang lain
di dalam lingkungan adalah melalui komunikasi, baik secara verbal maupun non
verbal.
Tujuan
komunikasi adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh individu dengan
tujuan menyampaikan pesannya pada orang lain. Jika pesan yang dimaksudkan
tersebut tidak sesuai dengan penangkapan lawan bicara, maka kemungkinan besar
akan menyebabkan terjadinya miskomunikasi, sehingga berdasarkan hal tersebut
dibutuhkan suatu bentuk komunikasi yang efektif. Komunikasi dapat efektif
apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan,
pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada
hambatan untuk hal itu (Hardjana, 2003).
1.
Penguasaan Bahasa
Kita
ketahui bersama bahwa bahasa merupakan sarana dasar komunikasi. Baik
komunikator maupun audience (penerima informasi) harus menguasai bahasa yang
digunakan dalam suatu proses komunikasi agar pesan yang disampaikan bisa
dimegerti dan mendapatkan respon sesuai yang diharapkan. Jika komunikator dan
audience tidak menguasai bahasa yang sama, maka proses komunikasi akan menjadi
lebih panjang karena harus menggunakan media perantara yang bisa menghubungkan
bahasa keduanya atau yang lebih dikenal sebagai translator (penerjemah).
2.
Sarana Komunikasi
Sarana
yang dimaksud di sini adalah suatu alat penunjang dalam berkomunikasi baik
secara verbal maupun non verbal. Kemajuan IPTEK telah menghadirkan berbagai
macam sarana komunikasi sehingga proses komunikasi menjadi lebih mudah.
Semenjak ditemukannya berbagai media komunikasi yang lebih baik selain direct
verbal (papyrus di Mesir serta kertas dari Cina ), maka komunikasi bisa lebih
di sampaikan secara tidak langsung walau jarak cukup jauh dengan tulisan atau
surat. Semenjak penemuan sarana komunikasi elektrik yang lebih canggih lagi
(televisi, radio, pager, telepon genggam dan internet) maka jangkauan
komunikasi menjadi sangat luas dan tentu saja hal ini sangat membantu dalam
penyebaran informasi. Dengan semakin baiknya koneksi internet dewasa ini, maka
komunikasi semakin lancer dan up to date. Misalnya saja peristiwa unjuk rasa
missal yang menyebabkan kekacauan di Mesir telah bisa kita ketahui bahkan
secara live.
3.
Kemampuan Berpikir
Kemampuan
berpikir (kecerdasan) pelaku komunikasi baik komunikator maupun audience sangat
mempengaruhi kelancaran komunikasi. Jika intelektualitas si pemberi pesan lebih
tinggi dari pada penerima pesan, maka si pemberi pesan harus berusaha
menjelaskan. Untuk itu diperlukan kemampuan berpikir yang baik agar proses
komunikasi bisa menjadi lebih baik dan efektif serta mengena pada tujuan yang
diharapkan. Begitu juga dalam berkomunikasi secara tidak langsung misalnya
menulis artikel, buku ataupun tugas-tugas perkuliahan (laporan bacaan, makalah,
kuisioner dan lain-lain), sangat dibutuhkan kemampuan berpikir yang baik
sehingga penulis bisa menyampaikan pesannya dengan baik dan mudah dimengerti
oleh pembacanya.
Demikian
juga halnya dengan pembaca, kemampuan berpikirnya harus luas sehingga apa yang
dibacanya bisa dimengerti sesuai dengan tujuan si penulis. Jika salah satu
(penulis atau pembaca) tidak memiliki kemampuan berpikir yang baik, maka apa
yang disampaikan bisa tidak dimengerti sehingga tidak mencapaia tujuan yang
diharapkan.
4.
Lingkungan yang Baik
Lingkungan
yang baik juga menjadi salah satu factor penunjang dalam berkomunikasi.
Komunikasi yang dilakukan di suatu lingkungan yang tenang bisa lebih dipahami
dengan baik dibandingkan dengan komunikasi yang dilakukan di tempat
bising/berisik. Komunikasi di lingkungan kampus Perguruan Tinggi tentu saja
berbeda dengan komunikasi yang dilakukan di pasar.
2.2.1
Faktor-Faktor Penghambat Komunikasi
1.
Hambatan sosio-antro-psikologis
a.
Hambatan sosiologis
Seorang sosiolog jerman bernama Ferdinand Tonnies mengklasifikasikan kehidupan masyarakat menjadi dua jenis yang ia namakan Gemeinschaft dan gesellschaft. Gemeinschaft adalah pergaulan hidup yang bersifat pribadi, statis, dan rasional, seperti dalam kehidupan rumah tanngga; sedangkan gesellschaft adalah pergaulan hidup yang bersifat pribadi, dinamis, dan rasional, seperti pergaulan di kantor atau dalam organisasi.
Karena dalam kehidupan masyarakat itu terbagi atas berbagai gologan dan lapisan, menimbulkan perbedaan status social, agama, ideologi, tingkat pendidikan, tingkat kekayaan, dan sebagainya, semua itu menjadi hambatan dalam berkomunikasi dan inilah yang termaksud dalam hambatan sosiologis.
Seorang sosiolog jerman bernama Ferdinand Tonnies mengklasifikasikan kehidupan masyarakat menjadi dua jenis yang ia namakan Gemeinschaft dan gesellschaft. Gemeinschaft adalah pergaulan hidup yang bersifat pribadi, statis, dan rasional, seperti dalam kehidupan rumah tanngga; sedangkan gesellschaft adalah pergaulan hidup yang bersifat pribadi, dinamis, dan rasional, seperti pergaulan di kantor atau dalam organisasi.
Karena dalam kehidupan masyarakat itu terbagi atas berbagai gologan dan lapisan, menimbulkan perbedaan status social, agama, ideologi, tingkat pendidikan, tingkat kekayaan, dan sebagainya, semua itu menjadi hambatan dalam berkomunikasi dan inilah yang termaksud dalam hambatan sosiologis.
b.
Hambatan antropologis
Manusia,
meskipun satu sama lain sama dalam jenisnya sebagai makhluk “homo sapiens”,
tetapi ditakdirkan berbeda dalam banyak hal. Dalam komunikasi misalnya,
komunikator dalam melancarkan komunikasinya dia akan berhasil apabila dia mengenal
siapa komunikan dalam arti ‘siapa’ disini adalah bukan soal nama, melainkan
ras, bangsa, atau suku apa si komunikan tersebut. Dengan mengenal dirinya, akan
mengenal pula kebudayaannya, gaya hidup dan norma kehidupannya, kebiasaan dan
bahasanya.
Perlu
kita ketahui komunikasi berjalan lancar jika suatu pesan yang disampaikan
komunikator diterima olehg komunikan secara tuntas, yaitu diterima dalam
pengertian received atau secara inderawi, dan dalam pengertian accepted atau
rohani. Teknologi komunikasi tanpa dukungan kebudayaan tidak akan berfungsi.
c.
Hambatan psikologis
Factor
psikologis sering menjadi hambatan dalam berkomunikasi. Hal ini umunnya
disebabkan sikomunikator dalam melancarkan komunikasinya tidak terlebih dahulu
mengkaji si komunikan. Komunikasi sulit untuk berhasil apabila komunikan sedang
sedih, bingung, marah, merasa kecewa, merasa iri hati, dan kondisi psikologi
lainnya; juga jika komunikasi menaruh prasangka kepada komunikator.
Prasangka
merupakan salah satu hambatan berat bagi kegiatan komunikasi, karena orang yang
berprasangka belum apa-apa sudah bersikap menentang komunikator. Apalagi kalau
prasangka itu sudah berakar, seseorang tidak lagi berpikir objektif, dan apa
saja yang dilihat atau didengarnya selalu dinilai negatif. Prasangka sebagai
factor psikologis dapat disebabkan oleh aspek antropologisdan sosiologis; dapat
terjadi terhadap ras, bangsa suku bangsa, agama, partai politik, kelompok dan
apa saja yang bagi seseorang merupakan suatu perangsang disebabkan dalam
pengalamannya pernah diberi kesan tidak enak.
Berkenaan
dengan factor-faktor penghambat komunikasi yang bersifat
sosiologis-antropologis-psikologis itu menjadi permasalahan ialah bagaimana
upaya kita mengatasinya. Cara mengatasinya ialah mengenal diri komunikan dengan
mengkaji kondisi psikologinya sebelum komunikasi terjadi, dan bersikap empatik
kepada komunikan.
2.
Hambatan semantic
Kalau hambatan sosiologis-antrop[ologis-psikologis
terdapat pada pihak komunikan, maka hambatan semantis terdapat pada
komunikator. Factor semantis menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator
sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaannya kepada komunikan. Agar
proses komunikasi itu berjalan denga baik seorang komunikator hareus
benar-benar memperhatikan gangguan semantis ini, sebab salah mengucap atau
salah tulis dapat menimbulkan salah pengertian atau salah tafsir, yang pada
gilirannya bisa ,menimbulkan salah komunikasi. Gangguan semantis juga
kadang-kadang disebabkan oleh aspek antropologis, yakni kata-kata yang sama
bunyi dan tulisannya, tetapi memiliki makna yang berbeda. Salah komunikasi ada
kalanya disebabkan oleh pemilihan kata yang tidak tepat, dalam komunikasi
hendaknya menggunakan kata-kata yang dapat dimengeri atau yang denotatif.
Jadi untuk menghilangkan hambatan semantis dalam komunikasi, seorang komunikator harus mengucapakan pertanyaan yang jelas dan tegas, memilih kata-kata yang tidak menimbulkan persepsi yang salah, dan disususn dalam kalimat-kalimat yang dapat dimengerti.
Jadi untuk menghilangkan hambatan semantis dalam komunikasi, seorang komunikator harus mengucapakan pertanyaan yang jelas dan tegas, memilih kata-kata yang tidak menimbulkan persepsi yang salah, dan disususn dalam kalimat-kalimat yang dapat dimengerti.
3. Hambatan mekanis
Hambatan mekanis dijumpai pada media yang dipergunakan
dalam melancarkan komunikasi. Contohnya: suara telepon yang kurang jelas,
berita surat kabar yang sulit dicari sambungan kolomnya, gambar yang kurang
jelas pada pesawat televise dan lain-lain. Hambatan pada beberapa media tidak
mungkin diatasi oleh komunikator tapi biasanya memerlukan orang-orang yang ahli
di bidang tersebut misalnya teknisi.
4.
Hambatan Ekologis
Hambatan ekologis terjadi oleh gangguan lingkungan
terhadap proses berlangsungnya komunikasi. Contohnya adalah suara riuh (bising)
orang-orang atau lalu lintas, suara hujan atau petir, suara pesawat terbang dan
lain-lain. Untuk menghindari hambatan ini, komunkator harus mengusahakan tempat
komunikasi yang bebas dari gangguan seperti yang telah disebutkan tadi.
2.3.1 Definisi Komunikasi Interprofessional
Komunikasi Interprofessional
dapat diartikan sebagai proses perencanaan, pelaksanaan, dan mengevaluasi
program komunikasi yang ditujukan untuk penyedia layanan kesehatan. Adapun
pengertian lain mengenai komunikasi interprofessional, komunikasi interprofesional adalah komunikasi yang terjadi
antar multidisiplin ilmu mengenai praktik keprofesian yang berkolaborasi guna
meningkatkan kerjasama dan pelayanan kesehatan (Barr: 2002). Komunikasi interprofessional adalah bentuk
interaksi untuk bertukar pikiran, opini dan informasi yang melibatkan dua
profesi atau lebih dalam upaya untuk menjalin kolaborasi interprofesi.
2.3.2 Tujuan Komunikasi Interprofessional
Komunikasi
interprofessional pada pelayanan
kesehatan dilakukan oleh tenaga-tenaga medis seperti: dokter, perawat, ahli
gizi, apoteker, dokter spesialis, dll. Adanya komunikasi
interprofessional ialah bertujuan untuk, 1) mewujudkan kesehatan pasien yang
lebih baik, 2) bertukar informasi dan alat medis agar lebih efektif untuk
memajukan praktek medis, 3) serta mengadvokasi untuk penerapan standar baru
pelayanan perawatan kesehatan. Dengan adanya tujuan tersebut diharapkan
semua tenaga medis dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan sebaik-baiknya
tanpa adanya kesalahan komunikasi antar tenaga medis.
2.3.3 Jenis dan Bentuk Komunikasi Interprofessional
Komunikasi interprofessional dapat terjadi dalam
berbagai jenis komunikasi dalam suatu organisasi pelayanan kesehatan. Jenis komunikasi
tersebut dapar berupa; 1) Komunikasi antara manajer fasilitas kesehatan dengan
petugas kesehatan, 2) Komunikasi antara dokter dengan perawat/bidan, 3)
Komunikasi antara dokter dengan dokter, misalnya komunikasi antara dokter
spesialis dengan dokter ruangan atau antar dokter spesialis yang merawat
pasien, 4) Komunikasi antara dokter/bidan/ perawat dengan petugas apotek, 5)
Komunikasi antara dokter/ bidan/perawat dengan petugas administrasi/keuangan,
6) Komunikasi antara dokter/bidan/perawat dengan petugas pemeriksaan penunjang
(radiology, laboratorium, dsb).
Selain jenis komunikasi diatas, komunikasi
interprofessional memiliki bentuk komunikasi yang terjadi ketika komunikasi
berlangsung. Bentuk komunikasi interprofessional dapat berupa komunikasi verbal
dan komunikasi nonverbal. Contoh komunikasi non-verbal dalam komunikasi
interprofessional dapat berupa rekam medik pasien, resep untuk pasien, dll.
Rekam medik pasien menjadi sumber informasi untuk tenaga medis yang akan
manjadi petugas pelayanan perawatan dikemudian hari. Rekam medis pun bentut
komunikasi antar tenaga medis dalam memberikan pelayanan kesehatan. Sehingga
mereka dapat melihat rekam medik terlebih dahulu dan saling memberikan
informasi. Selain itu, resep pun menjadi bentuk komunikasi yang diberikan
dokter untuk pasien mengambil obat di apotek.
2.3.4 Prinsip-prinsip Komunikasi Interprofessional
Komunikasi perlu memperhatikan prinsip-prinsip yang
dapat mendukung komunikasi dalam tim. Menurut Kumala (1995)
prinsip-prinsip tersebut ialah:
1.
Setiap individu dalam tim memiliki hak untuk mengemukakan dan
menjelaskan pendapatnya atau pandangan
mereka untuk melakukan sesuatu tindakan.
2.
Pesan yang diberikan, dalam bentuk lisan maupun tulisan, harus
dinyatakan dengan menggunakan bahasa serta ungkapan yang jelas dan mudah
dimengerti oleh semua individu dalam tim tersebut.
3.
Setiap individu dalam tim menghindari perselisihan dan pertentangan
sesama individu dalam tim agar komunikasi atau hubungan yang terjalin lebih
baik.
2.3.5 Faktor pendukung dan penghambat komunikasi interprofessional
Komunikasi yang efektif
perlu didukung oleh faktor-faktor yang dapat meningkatkan keefektifan dalam
berkomunikasi. Menurut Potter & Perry (2005) keefektifan komunikasi dapat
didukung dengan faktor-faktor berikut:
·
Persepsi, dalam berkomunikasi antar profesi perlu berusaha menyetarakan
persepsi agar tidak menimbulkan masalah dala berkomunikasi.
·
Lingkungan yang nyaman untuk berkomunikasi, hindari lingkungan yang
dapat menggangu proses komunikasi menjadi terhambat.
·
Pengetahuan, tingkatan pengetahuan yang berbeda. Hal ini dapat
menimbulkan penyampaian pesan yang tidak jelas serta dapat menimbulkan negative feedback.
Selain
adanya faktor pendukung, adapun faktor
penghambat dalam komunikasi interprofessional. Hambatan tersebut berupa
kepemimpinan yang kurang efektif, kurangnya kejelasan atau kesepakatan mengenai
tujuan dan prioritas, konflik interpersonal, persaingan prioritas, perbedaan
konseptual, dan enggan untuk menerima anggota lain. Hambatan tersebut
dapat memicu sebuah masalah dalam komunikasi interprofessional. Masalah yang
sering muncul ialah kesalahan membaca tulisan petugas lain. Atau dapat memiliki
persepsi yang berbeda dari tulisan tersebut. Penulisan yang tidak jelas tersebut
dapat menimbulkan suasana kerja menjadi terganggu dan munculnya perasaan kesal.
Masalah lain yang timbul dapat terjadi pada proses pemberian pelayanan
kesehatan bagi pasie yang rawat inap atau rawat jalan.
Masalah
yang terjadi dalam komunikasi interprofessional dapat terjadi antar profesi
atau sesama profesi. Contohnya, perawat A telah menyelesaikan tugas shiftnya
dan akan segera pulang, sehingga ia terburu-buru memberikan rekma medik pasien
C ke perawat B tanpa adanya informasi lebih lanjut. Sehingga perawat B merasa
bingung untuk melanjutkan shiftnya karena kurangnya informasi yang jelas
mengenai pasien C. Contoh lain, ketika dokter memberikan resep untuk pasien
kepada apoteker, namun karena apoteker tidak terlalu jelas membaca tulisan
dokter ia pun mengganti obat tersebut yang hampir sama dengan yang tertulis di
resep. Hal tersebut dapat merugikan pasien jika obat tersebut tidak cocok
dengan pasien tersebut.
2.3.6 Penyebab Masalah
Penyebab
masalah yang sering terjadi dalam komunikasi interprofessional ialah
dapat berupa role stress, lack of
interprofessional understandings, dan autonomy
struggles.
Pertama,
role stress terbagi menjadi dua yaitu
role conflict dan role overload. Role conflict ialah
perbedaan antara peran yang diharapkan dengan yang diperoleh, hal ini dapat
membuat kinerja seseorang menjadi menurun, sikap saling menghormati antar
tenaga kesehatan menjadi tindakan yang dapat mengurangi role conflict. Sedangkan, role
overload terjadi karena jumlah pasien yang terlalu banyak sehingga
menyebabkan kemampuan petugas kesehtan menjadi menurun (lelah) sehingga
pelayanan yang diberikan menjadi tidak baik.
Kedua,
lack of interprofessional understandings terjadi
karena petugas kesehatan yang belum paham tentang peran mereka dalam lingkungan
kerja sehingga dapat menyebabkan masalah dalam hubungan kerja antar petugas
kesehatan.
Ketiga,
autonomy struggles menurut Conway
ialah kapasitas otonomi menjadi penting agar tenaga kesehatan dapat memenuhi
perannya. Namun, terkadang muncul perbedaan tingkat autonomi pada petugas
kesehatan, maka petugas kesehatan perlu menyesuaikan otonomi sesuai dengan
tugas dan kewajibannya. Agar tidak ada lagi masalah yang muncul dalam proses
komunikasi interprofessional yang dapat berakibat buruk.
2.3.7 Cara Penyelesaian Masalah
Masalah tersebut dapat diselesaikan dengan
pengaturan komunikasi yang sebaik-baiknya antar tenaga kesehatan. Maka
dalam organisasi kesehatan agar komunikasi berjalan dengan baik dan tanpa ada
masalah perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1)
memperjelas uraian hak, tugas dan koordinasi masing-masing petugas dalam suatu
fasilitas kesehatan. Peran, hak dan tugas petugas lain juga harus diketahui
oleh masing-masing petugas,
2)
memberikan otonomi kepada petugas untuk mengambil keputusan sesuai dengan
kewajiban dan kemampuannya, dan
3)
mereposisi kembali hubungan antar petugas kesehatan sebagai hubungan yang
saling melengkapi.
Pertumbuhan pengetahuan ilmiah yang
berkembang pesat disertai aplikasi klinisnya membuat pengobatan menjadi
kompleks. Dokter secara individutidak bisa menjadi ahli untuk semua penyakit
yang diderita oleh pasiennya,sedangkan perawatan tetap harus diberikan sehingga
membutuhkan bantuan dokter spesialis lain dan profesi kesehatan yang memiliki
keterampilankhusus seperti perawat, ahli farmasi, perekam medis, fisioterapis,
teknisi laboratorium, pekerja social dan lainnya.Seorang dokter sebagai anggota
profesi kesehatan, diharapkan memperlakukan profesi kesehatan lain lebih sebagai
anggota keluarga dibandingkan sebagai orang lain, bahkan sebagai teman.
Sebagai balasan atas kehormatan yang
diberikan masyarakat dan kepercayaan yang diberikan oleh pasien, maka profesi
kesehatan harus membangun standar perilaku yang tinggi untuk anggotanya dan
prosedur pendisiplinan dalam menyelidiki
tuduhan adanya tindakan yang tidak benar dan jika perlu menghukum yang berbuat
salah. Kewajiban untuk melaporkan kolega yang melakukan tindakan yang tidak
kompeten, mencelakakan, perbuatan tidak senonoh ditekankan dalam Kode Etik
Kedokteran Internasional yang dikeluarkan oleh WMA menyatakan: ”Dokter harus
berusaha keras untuk menyatakan kekurangan karakter dan kompetensidokter
ataupun yang terlibat dalam penipuan atau kecurangan”.
Penerapan
prinsip ini tidaklah mudah, di satu sisi seorang dokter mungkin
menyerangreputasi koleganya karena motif yang tidak benar seperti karena rasa
iri atau terhina oleh koleganya. Dokter juga merasa sungkan atau ragu untuk
melaporkan tindakan koleganya yang tidak benar karena simpati atau
persahabatan. Konsekuensi pelaporan tersebut dapat berakibat kurang baik bagi yang melapor, yang tertuduh atau bahkan
dari kolega lain.
BAB III
PENUTUP
Bab ini menguraikan (1)
Kesimpulan, dan (2) Saran. Berikut ini penjelasan masing-masing subbahasan
tersebut.
3.1
Kesimpulan
Komunikasi sangatlah penting sebagai
sarana yang sangat efektif dalam memudahkan perekam medis melaksanakan peran
dan fungsinya dengan baik. Komunikasi merupakan alat untuk membina hubungan
terapeutik karena komunikasi mencakup pencapaian informasi, pertukaran pikiran
dan perasaan. Komunikasi yang berlangsung di tatanan kelompok ataupun komunitas
biasanya lebih efektif dalam mengkomunikasikan tentang kesehatan oleh petugas
kesehatan seperti komunikasi perekam medis dengan dokter salah satunya.
3.2
Saran
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya
selalu memerlukan orang lain dalam menjalankan dan mengembangkan kehidupannya.
Hubungan dengan orang lain akan terjalin bila setiap individu melakukan
komunikasi diantara sesamanya. Kepuasan dan kenyamanan serta rasa aman yang
dicapai oleh individu dalam berhubungan sosial dengan orang lain merupakan
hasil dari suatu komunikasi. Komunikasi dalam hal ini menjadi unsur terpenting
dalam mewujudkan integritas diri setiap manusia sebagai bagian dari sistem
sosial. Di harapkan agar semua perekam medis mengerti dengan komunikasi,
komponen dalam komunikasi, dan pentingnya komunikasi.
DAFTAR RUJUKAN
Andzani, S. D. (2016). Komunikasi
Interproffesional. Retrieved from
https://www.academia.edu/28629685/Komunikasi_Interproffesional.docx.
Dwi, B.
(2013, Juni). Komunikasi Dokter Dengan Sejawat. Retrieved from https://id.scribd.com/doc/145243123/Komunikasi-Dokter-Dengan-Sejawat.
Effendy.
(1992). Dinamika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Elizabeth,
T. (2003). Cara Berkomunikasi Lebih Baik. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Matziou1, V, Vlahioti, E, Pantelis
Perdikaris, Theodora Matziou, Efstathia Megapanou and Konstantinos Petsios.
2014. Physician and nursing perceptions concerning interprofessional
Communication and collaboration. Journal of Interprofessional Care. Vol (no)
: 28(6): pp 526–533.
Komentar
Posting Komentar